header-int

Kesadaran Multikultural Mencegah Radikalisme

Rabu, 14 Des 2022, 10:23:51 WIB - 369 View
Share
Kesadaran Multikultural Mencegah Radikalisme

Gerakan di luar tradisi keagamaan di Inodesia telah menarik perhatian banyak kalangan. Mereka ini dianggap sebagai agama yang terfragmentasi secara teologis atau sesat dalam konteks Indonesia. Fragmen-fragmen akibat penyimpangan dari keyakinan, ibadah, ritual, dan keyakinan yang berlaku pada mayoritas masyarakat. Memang, suatu kelompok pada hakekatnya adalah sekelompok aktor yang berbagi paradigma transendental agama, yang merupakan bentuk otoritas pemahaman keagamaan mereka terhadap ajaran agama tertentu. Adanya sebuah gerakan yang berkaitan dengan keyakinan agama, etika, spiritual dan filosofis.

Gaya berfikir yang dilakukan pada prinsipnya merupakan petunjuk yang paling dalam untuk memahami agama yang diyakininya. Apakah dalam memahami dan menafsirkan secara harfiah atau tidak, kita dapat melihat adanya perilaku yang menunjukkan pemahaman sebagian dikompromikan. Sayangnya, pemahaman yang parsial ini memaksanya untuk berjihad dengan mengorbankan dirinya baik itu harta bahkan nyawanya sendiri pun juga dikorbankan.

Tujuannya untuk membinasakan orang-orang kafir bahakan yang menghalangi perjuanganya itu. Pemikiran dalam pandangan ini didasarkan pada asumsi yang seharusnya Islam menjadi dasar negara; Syariah harus diadopsi sebagai konstitusi negara bahwa kedaulatan politik adalah milik Tuhan.

Konsep Islam, bahwa tidak ada perbedaan antara kehidupan beragama dan sekuler, telah menggerakkan sikap masyarakat Muslim dalam upaya mendamaikan realitas yang mereka hadapi dengan nilai-nilai konseptual Al-Qur'an. Dengan kata lain, konsep-konsep al-Qur'an menetapkan sesuatu yang mewajibkan seluruh umat Islam untuk membangun tatanan sosial-politiknya sesuai dengan moral dan etika al-Qur'an secara tekstual.

Kabar terkini yang terjadi atas bentuk radikalisme adalah Bom bunuh diri di Polsek Astana Anyar, Kota Bandung pada Rabu (7/12/2022), masyarakat harus melek atas peringatan bahwa aksi terorisme masih eksis sejak hampir empat tahun aksis teror bom tidak terjadi di negeri ini. Pelakunya adalah Agus Sujatno. Pelaku bom bunuh diri di Polsek Astana Anyar diketahui merupakan mantan napi teroris. Agus bebas murni dari Lapas Pasir Putih Nusakambangan pada 2021.

Pemahaman mereka mencerminkan sikap keagamaannya yang unik, cenderung totaliter, formalistic dan simbolik. Menyadari bahwa teks-teks agama bersifat kaku dan menolak segala argumentasi dari dunia keagamaan, mereka cenderung mencelakai Islam dan mencegahnya memasuki dinamika kehidupan yang hakiki dengan semangat jihad, sehingga bisa hidup tanpa kompromi bisa berhasil. Mereka mengganggap bahwa Indonesia merupakan negara thâgût karena tidak berhukum dengan hukum Allah. Walaupun Negara ini berlandasan hukum, tetapi hukum ciptaan dari manusia. Padahal tidak ada hukum selain hukum Allah dengan menukil surat al-An’am ayat ke 57 artinya “Menetapkan (hukum itu) hanyalah hak Allah”. Kewajiban setiap Muslim berjihad menegakkan hukum Allah dalam sebuah pemerintahan Islam! Siapa mengabaikan berarti membela thâghût.

Pandangan lain seperti Habib Rizq, Nabi Muhammad tidak pernah berbicara tentang negara Islam tetapi memperjuangkan pembentukan masyarakat Islam dan penerapan syariat Islam di dalamnya. Penjajaran negara Islam berdasarkan realitas sejarah pemerintahan Nabi di Madinah telah menjadi impian kelompok Islam radikal. Di sisi lain, demokratisasi pemerintahan selama ini dipandang mengadopsi sistem Barat yang menghalangi penerapan syariat Islam. Demokratisasi seperti lahirnya sekularisme, yang merupakan prinsip kebebasan individu dan hak asasi manusia. Demokrasi menurutnya, menawarkan tempat berkembangnya toleransi yang masif bagi tumbuhnya ide-ide baru, terutama yang berasal dari Barat dan tidak sesuai dengan ajaran dasar Islam. Sebaliknya, kelompok ini mengajukan konsep hakimiyyat Allah (kekuasaan Tuhan), bahwa Islam berarti ketaatan pada kehendak Allah dan ketaatan pada hukum-hukum-Nya.

Jihad adalah panggilan jiwa untuk membela Islam. Jihad, yang secara harfiah lughowi berarti “bersungguh-sungguh dan berjuang”, dimaknai sampai dengan qital fî sabîlillah. Dari sudut pandang kelompok radikal ini, jihad dipengaruhi oleh pemahaman harfiah di mana perjuangan individu atau komunal dianggap sebagai perang suci. Karena pemahaman yang kaku inilah bom-bom terorisme muncul dan menjadi hantu bagi seluruh alam semesta. Terorisme menjadi momok kehidupan manusia.

Fenomena radikalisasi agama disebabkan karena umat Islam tidak memahami hakikat Islam yang sebenarnya dan hal ini memungkinkan berlanjutnya radikalisasi umat Islam di seluruh dunia. Untuk melakukan ini, kita membutuhkan cara untuk mengalahkan ekstremis Islam dengan menjelaskan secara benar apa Islam itu sebenarnya kepada Muslim dan non-Muslim. Agar tidak terjadi kesalah pahaman tentang memahami Islam sebagai agama yang damai.

Harus disadari bahwa multicultural itu nyata. Indonesia merupakan Negara yang memiliki berbagai suku, bahasa, budaya, agama, ras dan etnis. Dikutip dari Dirjen Dukcapil Zudan Arif Fakrulloh menyebutkan, pada 30 Juni 2022 jumlah penduduk Indonesia tercatat sebanyak 275.361.267 jiwa. Jumlah itu terdiri 138.999.996 penduduk laki-laki atau 54,48 persen, dan 136.361.271 penduduk perempuan atau 49,52 persen. Badan Statistic mencatat ada sekitar 1.340 suku bangsa di Indonesia. Sedangkan jumlah agama di Indonesia ada 6 belum termasuk pemahaman agama dalam setiap masing-masing agama. Sebagai contoh agama Islam, setidaknya ada 13 aliran mazhab meski yang populer hanya 4 mazhab di Indonesia.

Kemajemukan inilah yang menghantarkan bangsa Indonesia kepada multikultural. Multikultural merupakan gambaran dari keberagaman dan kemajemukkan Indoensia. Multikultural menjadikan Indonesia kaya akan bahasa dan kebudayaan. Namun, disisi lain juga menimbulkan perselisihan dan konflik. Hal ini sering terjadi, karena adanya perbedaan yang mengantarkan pada konflik, dan pada akhirnya menimbulkan tindakan radikalisme.

Kesadaran lain yang harus disadari adalah perbedaan merupakan keinginan Tuhan, dalam hal ini dapat dijumpai dalam surat al Hujarat ayat ke 13 “Wahai manusia, sesungguhnya Kami telah menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan perempuan. Kemudian, Kami menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar kamu saling mengenal. Sesungguhnya yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah adalah orang yang paling bertakwa. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Mahateliti.”

Dalam Tafsir Tahlili bahwa tujuan perbedaan penciptaan manusia mulai dari jenis kelamin, suku, bangsa, hingga warna kulit untuk saling mengenal dan tolong menolong. Ayat ini juga untuk mengingatkan bahwa tidak ada satupun yang istimewa di antara penciptaan Tuhan tersebut selain mereka adalah orang-orang yang bertakwa. Selain itu juga, Tuhan menyebut bagi seluruh manusia bukan orang yang beriman saja, lanjut memang Tuhanlah yang menciptakan menjadi berbangsa-bangsa dan bersuku-suku, yang kemudian umat manusia diperintah untuk saling mengenal.

Dengan demikian, umat manusia terlebih Islam harus menyadari bahwa perbedaan atau sebutan multicultural adalah Sunnatullah, Tuhan sendiri yang berkehendak. Dengan kesadaran ini tentu akan menjadikan bekal bagi siapa saja akan saling menghargai dan menghormati atas orang lain yang berbeda dengan dirinya, wujud keharmonisan ini lah yang akan diraih jika semua pihak mengenal atau saling mengenal satu sama lainnya.
(Rizqi Suprayogi)

Iai Agus Salim Institut Agama Islam Agus Salim Metro Jl. jenderal Sutiyoso No.7 Metro Pusat. Lampung
© 2024 IAI Agus Salim Follow IAI Agus Salim : Facebook Twitter Linked Youtube